KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas yang berjudul “INFERTILITAS DAN PERAN PERAWAT”
Dalam menyelesaikan tugas ini, tentunya tak lepas dari bantuan dari beberapa pihak. untuk ini , penulis mengucapkan terima kasih kepada: semua dosen pembimbing keperawatan maternitas, Serta Semua pihak yang ikut terlibat dalam membantu penyelesaian tugas makalah infertilitas dan peran peran perawat ini.
Dalam penulisan tugas ini tentu masih banyak sekali terdapat kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan tugas ini.
Semoga apa yang diinginkan penulis dalam penulisan tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semoga apa yang diinginkan penulis dalam penulisan tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Padang, 05 Juli 2010
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keperawatan maternitas merupakan pelayanan keperawatan profesional yang meliputi pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan masalah reproduksi, diantaranyamengenai infertilitas. Masalah ini sangat menakutkan bagi pasangan yang menginginkan keturunan, dan masalah ini menjadi lebih kompleks karena melibatkan semua aspek biopsikososial spiritual, sehingga perlu managemen yang baik, yang mampu mengurangi tingkat stress pada pasangan yang mengalaminya. Hal ini merupakan tugas dan peran perawat dalam pelayanannya. Insiden
Memperoleh anak sering menjadi pilihan yang perlu pertimbangan, banyak pasangan yang menghentikan penggunaan kontrasepsi dan ingin hamil setelah 5-6 bulan intercourse tanpa kontrasepsi. 70-80 % wanita bisa hamil tetapi 15 % wanita tidak bisa hamil.
Angka pasangan infertil meningkat dalam beberapa tahun ini sekitar 10-15 %. Normalnya pasangan dapat hamil dalam 6 bulan 60 %, dalam 2 bulan pertama 25 %, 75 % dalam 9 bulan, 80 % dalam satu tahun, 90 % dalam 18 bulan.
Memperoleh anak sering menjadi pilihan yang perlu pertimbangan, banyak pasangan yang menghentikan penggunaan kontrasepsi dan ingin hamil setelah 5-6 bulan intercourse tanpa kontrasepsi. 70-80 % wanita bisa hamil tetapi 15 % wanita tidak bisa hamil.
Angka pasangan infertil meningkat dalam beberapa tahun ini sekitar 10-15 %. Normalnya pasangan dapat hamil dalam 6 bulan 60 %, dalam 2 bulan pertama 25 %, 75 % dalam 9 bulan, 80 % dalam satu tahun, 90 % dalam 18 bulan.
BAB II
I S I
INFERTILITAS ATAU KETIDAKSUBURAN
1. DEFINISI
· ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mencapai kehamilan setelah selama 1 tahun melaksanakan hubungan seksual secara teratur dan tidak menggunakan alat kontrasepsi.
· Infertilitas : tidak terjadi konsepsi dalam satu tahun intercourse tanpa kontrasepsi
2. KLASIFIKASI INFERTILITAS
· Infertilitas primer : tidak pernah terjadi kehamilan
· Infertilitas sekunder : telah mengalami sekali kehamilan tetapi dalam waktu berikutnya tidak pernah terjadi lagi
· Infertilitas relatif ; suatu kondisi yang menghalangi atau menunda kehamilan, tapi masih bisa dikoreksi
· Steril ; tidak pernah terjadi konsepsi dan disebabkan oleh faktor yang tidak bisa diperbaiki
3. PENYEBAB
a. Faktor Pria
Masalah pada sperma : Pada pria dewasa, sperma dibuat terus menerus di dalam testis. Proses pembuatan sperma disebut spermatogenesis. Sel yang belum terspesialisasi memerlukan waktu sekitar 72-74 hari untuk berkembang menjadi sel sperma yang matang. Dari testis kiri dan kanan, sperma bergerak ke dalam epididimis (suatu saluran berbentuk gulungan yang terletak di puncak testis menuju ke testis belakang bagian bawah) dan disimpan di dalam epididimis sampai saat terjadinya ejakulasi. Dari epididimis, sperma bergerak ke vas deferens dan duktus ejakulatorius. Di dalam duktus ejakulatorius, cairan yang dihasilkan oleh vesikula seminalis ditambahkan pada sperma dan membentuk semen, yang kemudian mengalir menuju ke uretra dan dikeluarkan ketika ejakulasi. Kesuburan seorang pria ditentukan oleh kemampuannya untuk mengantarkan sejumlah sperma yang normal ke dalam vagina wanita.
Masalah pada sperma : Pada pria dewasa, sperma dibuat terus menerus di dalam testis. Proses pembuatan sperma disebut spermatogenesis. Sel yang belum terspesialisasi memerlukan waktu sekitar 72-74 hari untuk berkembang menjadi sel sperma yang matang. Dari testis kiri dan kanan, sperma bergerak ke dalam epididimis (suatu saluran berbentuk gulungan yang terletak di puncak testis menuju ke testis belakang bagian bawah) dan disimpan di dalam epididimis sampai saat terjadinya ejakulasi. Dari epididimis, sperma bergerak ke vas deferens dan duktus ejakulatorius. Di dalam duktus ejakulatorius, cairan yang dihasilkan oleh vesikula seminalis ditambahkan pada sperma dan membentuk semen, yang kemudian mengalir menuju ke uretra dan dikeluarkan ketika ejakulasi. Kesuburan seorang pria ditentukan oleh kemampuannya untuk mengantarkan sejumlah sperma yang normal ke dalam vagina wanita.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses tersebut sehingga bisa terjadi kemandulan:
a. Peningkatan suhu di dalam testis akibat demam berkepanjangan atau akibat panas yang berlebihan bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sperma, berkurangnya pergerakan sperma dan meningkatkan jumlah sperma yang abnormal di dalam semen. Pembentukan sperma yang paling efsisien adalah pada suhu 33,5 (lebih rendah dari suhu tubuh). Testis bisa tetap berada pada suhu tersebut karena terletak di dalam skrotum (kantung zakar) yang berada diluar rongga tubuh. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah sperma adalah pemakaian marijuana atau obat-obatan (misalnya simetidin, spironolakton dan nitrofurantoin).
b. Penyakit serius pada testis atau penyumbatan atau tidak adanya vas deferens (kiri dan kanan) bisa menyebabkan azospermia (tidak terbentuk sperma sama sekali.
Jika di dalam semen tidak terdapat fruktosa (gula yang dihasilkan oleh vesikula seminalis) berarti tidak terdapat vas deferens atau tidak terdapat vesikula seminalis atau terdapat penyumbatan pada duktus ejakulatorius.
c. Varikokel merupakan kelainan anatomis yang paling sering ditemukan pada kemandulan pria. Varikokel adalah varises (pelebaran vena) di dalam skrotum. Varikokel bisa menghalangi pengaliran darah dari testis dan mengurangi laju pembentukan sperma.
d. Ejakulasi retrograd terjadi jika semen mengalir melawan arusnya, yaitu semen mengalir ke dalam kandung kemih dan bukan ke penis. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada pria yang telah menjalani pembedahan panggul (terutama pengangkatan prostat) dan pria yang menderita diabetes. Ejakulasi retrograd juga bisa terjadi akibat kelainan fungsi saraf.
2. Impotensi 3. Kekurangan hormon 4. Polusi lingkungan. 5. Pembentukan jaringan parut akibat penyakit menular seksual.
a. Peningkatan suhu di dalam testis akibat demam berkepanjangan atau akibat panas yang berlebihan bisa menyebabkan berkurangnya jumlah sperma, berkurangnya pergerakan sperma dan meningkatkan jumlah sperma yang abnormal di dalam semen. Pembentukan sperma yang paling efsisien adalah pada suhu 33,5 (lebih rendah dari suhu tubuh). Testis bisa tetap berada pada suhu tersebut karena terletak di dalam skrotum (kantung zakar) yang berada diluar rongga tubuh. Faktor lain yang mempengaruhi jumlah sperma adalah pemakaian marijuana atau obat-obatan (misalnya simetidin, spironolakton dan nitrofurantoin).
b. Penyakit serius pada testis atau penyumbatan atau tidak adanya vas deferens (kiri dan kanan) bisa menyebabkan azospermia (tidak terbentuk sperma sama sekali.
Jika di dalam semen tidak terdapat fruktosa (gula yang dihasilkan oleh vesikula seminalis) berarti tidak terdapat vas deferens atau tidak terdapat vesikula seminalis atau terdapat penyumbatan pada duktus ejakulatorius.
c. Varikokel merupakan kelainan anatomis yang paling sering ditemukan pada kemandulan pria. Varikokel adalah varises (pelebaran vena) di dalam skrotum. Varikokel bisa menghalangi pengaliran darah dari testis dan mengurangi laju pembentukan sperma.
d. Ejakulasi retrograd terjadi jika semen mengalir melawan arusnya, yaitu semen mengalir ke dalam kandung kemih dan bukan ke penis. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada pria yang telah menjalani pembedahan panggul (terutama pengangkatan prostat) dan pria yang menderita diabetes. Ejakulasi retrograd juga bisa terjadi akibat kelainan fungsi saraf.
2. Impotensi 3. Kekurangan hormon 4. Polusi lingkungan. 5. Pembentukan jaringan parut akibat penyakit menular seksual.
b. Faktor wanita
1. Jaringan parut akibat penyakit menular seksual atau endometriosis.
2. Disfungsi ovulasi (kelainan pada proses pelepasan sel telur oleh ovarium/sel telur).
Ovulasi adalah pelepasan sel telur dari ovarium (indung telur).
Ovulasi biasanya terjadi 14 hari sebelum menstruasi hari pertama.
Sel telur yang dilepaskan ini siap dibuahi oleh sperma yang berasal dari pria.
Jika seorang wanita memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur atau tidak mengalami menstruasi (amenore), maka dicari terlebih dahulu penyebabnya lalu dilakukan pengobatan untuk merangsang terjadinya ovulasi. Kadang ovulasi tidak terjadi akibat tidak dilepaskannya GnRH (donadotropin-releasing hormone) oleh hipotalamus.
3. Kelainan hormon.
4. Kekurangan gizi.
5. Kista ovarium.
6. Infeksi panggul.
7. Tumor.
8. Kelainan lendir servikal (lendir reher rahim). Lendir pada serviks bertindak sebagai penyaring yang menghalangi masuknya bakteri dari vagina ke dalam rahim. Lendir ini juga berfungsi memperpanjang kelangsungan hidup sperma. Lendir pada serviks adalah kental dan tidak dapat ditembus oleh sperma kecuali pada fase folikuler dari siklus menstruasi. Selama fase folikuler, terjadi peningkatan hormon estradiol sehingga lendir lebih jernih dan elastis dan bisa ditembus oleh sperma. Selanjutnya sperma menuju ke rahim lalu ke tuba falopii dan terjadilah pembuahan di tuba falopii.
9. Kelainan sistem pengangkutan dari leher rahim ke tuba falopii (saluran telur).
10. Kelainan pada tuba falopii. Bisa terjadi kelainan struktur maupun fungsi tuba falopii.
Penyebab yang utama adalah:
Infeksi Endometriosis
Pengikatan tuba pada tindakan sterilisasi.
1. Jaringan parut akibat penyakit menular seksual atau endometriosis.
2. Disfungsi ovulasi (kelainan pada proses pelepasan sel telur oleh ovarium/sel telur).
Ovulasi adalah pelepasan sel telur dari ovarium (indung telur).
Ovulasi biasanya terjadi 14 hari sebelum menstruasi hari pertama.
Sel telur yang dilepaskan ini siap dibuahi oleh sperma yang berasal dari pria.
Jika seorang wanita memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur atau tidak mengalami menstruasi (amenore), maka dicari terlebih dahulu penyebabnya lalu dilakukan pengobatan untuk merangsang terjadinya ovulasi. Kadang ovulasi tidak terjadi akibat tidak dilepaskannya GnRH (donadotropin-releasing hormone) oleh hipotalamus.
3. Kelainan hormon.
4. Kekurangan gizi.
5. Kista ovarium.
6. Infeksi panggul.
7. Tumor.
8. Kelainan lendir servikal (lendir reher rahim). Lendir pada serviks bertindak sebagai penyaring yang menghalangi masuknya bakteri dari vagina ke dalam rahim. Lendir ini juga berfungsi memperpanjang kelangsungan hidup sperma. Lendir pada serviks adalah kental dan tidak dapat ditembus oleh sperma kecuali pada fase folikuler dari siklus menstruasi. Selama fase folikuler, terjadi peningkatan hormon estradiol sehingga lendir lebih jernih dan elastis dan bisa ditembus oleh sperma. Selanjutnya sperma menuju ke rahim lalu ke tuba falopii dan terjadilah pembuahan di tuba falopii.
9. Kelainan sistem pengangkutan dari leher rahim ke tuba falopii (saluran telur).
10. Kelainan pada tuba falopii. Bisa terjadi kelainan struktur maupun fungsi tuba falopii.
Penyebab yang utama adalah:
Infeksi Endometriosis
Pengikatan tuba pada tindakan sterilisasi.
c. Selain faktor yang berhubungan dengan usia, risiko infertilitas juga meningkat pada
1. Berganti-ganti pasangan seksual (karena meningkatkan resiko terjadi penyakit menular seksual)
2. Penyakit menular seksual
3. Pernah menderita penyakit peradangan panggul (setelah menderita penyakit ini, 10-15% wanita menjadi mandul)
4. Pernah menderita orkitis atau epididimitis (pria)
5. Gondongan (pria)
6. Varikokel (pria)
7. Pemaparan DES (dietil stilbestrol) (pria maupun wanita)
8. Siklus menstruasi anovulatoir
9. Endometriosis
10. Kelainan pada rahim (mioma) atau penyumbatan leher rahim
11. Penyakit menahun (misalnya diabetes
1. Berganti-ganti pasangan seksual (karena meningkatkan resiko terjadi penyakit menular seksual)
2. Penyakit menular seksual
3. Pernah menderita penyakit peradangan panggul (setelah menderita penyakit ini, 10-15% wanita menjadi mandul)
4. Pernah menderita orkitis atau epididimitis (pria)
5. Gondongan (pria)
6. Varikokel (pria)
7. Pemaparan DES (dietil stilbestrol) (pria maupun wanita)
8. Siklus menstruasi anovulatoir
9. Endometriosis
10. Kelainan pada rahim (mioma) atau penyumbatan leher rahim
11. Penyakit menahun (misalnya diabetes
4. EFEK PSIKOLOGIS
Spesialis infertilitas harus waspada dan peka terhadap stress psikologis yang berhubungan dengan infertilitas. Harapan dari keluarga dan teman, hilangnya harga diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi fungsi dasar ini. Stress yang berkaitan dengan hubungan perkawinan dan seksual, dan ketidakmampuan pasangan itu untuk merencanakan kehidupan pribadi dan kariernya semua ikut memberi dampak emosional pada keadaan itu. Pada saat yang sama, pasangan dapat ditentramkan bahwa selain efek pada libido dan kadang-kadang anovulasi yang berlangsung singkat, tidak terbukti adanya efek tekanan psikologis yang bermakna pada fertilitas. Hubungan suportif dengan dokter, pembahasan yang gamblang mengenai sifat berbagai terapi yang kadang-kadan lama, harapan yang realistik terhadap prognosisnya, dan keikutsertaan dalam kelompok pendukung misalnya pemecahan masalah, semua membantu pasangan ini untuk menyesuaikan diri terhadap keadaannya.
Spesialis infertilitas harus waspada dan peka terhadap stress psikologis yang berhubungan dengan infertilitas. Harapan dari keluarga dan teman, hilangnya harga diri yang berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memenuhi fungsi dasar ini. Stress yang berkaitan dengan hubungan perkawinan dan seksual, dan ketidakmampuan pasangan itu untuk merencanakan kehidupan pribadi dan kariernya semua ikut memberi dampak emosional pada keadaan itu. Pada saat yang sama, pasangan dapat ditentramkan bahwa selain efek pada libido dan kadang-kadang anovulasi yang berlangsung singkat, tidak terbukti adanya efek tekanan psikologis yang bermakna pada fertilitas. Hubungan suportif dengan dokter, pembahasan yang gamblang mengenai sifat berbagai terapi yang kadang-kadan lama, harapan yang realistik terhadap prognosisnya, dan keikutsertaan dalam kelompok pendukung misalnya pemecahan masalah, semua membantu pasangan ini untuk menyesuaikan diri terhadap keadaannya.
5. PENILAIAN DASAR
Evaluasi dan terapi dapat dimulai lebih awal bila cacat yang nyata dikenali, atau evaluasi dan terapi itu dapat ditunda, contohnya bila dikenali adanya faktor coitus (senggama) yang dapat dikoreksi, misalnya jarang berhubungan seksual. Biasanya 6 sampai 8 bulan pertama dari evaluasi radiologik untuk keadaan tuba yang patent (Histerosalpingogram/HSG).
Evaluasi dan terapi dapat dimulai lebih awal bila cacat yang nyata dikenali, atau evaluasi dan terapi itu dapat ditunda, contohnya bila dikenali adanya faktor coitus (senggama) yang dapat dikoreksi, misalnya jarang berhubungan seksual. Biasanya 6 sampai 8 bulan pertama dari evaluasi radiologik untuk keadaan tuba yang patent (Histerosalpingogram/HSG).
6. PROGNOSIS
Tanpa terapi, angka konsepsi spontan menurun pada pasangan yang tak subur. Karena itu, terapi ditujukan untuk meningkatkan angka itu disamping kemungkinan konsepsi, sayangnya, sebagian besar regimen terapeutik didasarkan pada pengalaman klinik kolektif dan bukan percobaan klinik terkontrol. Dengan evaluasi yang menyeluruh dan penerapan jenis terapi saat ini dengan pembuahan in vitro (INF) atau transfer ovum, 50 sampai 60 % pasangan yang tak subur akan mengalami konsepsi. Dengan penggunaan teknik yang belakangan ini secara penuh diharapkan bahwa sebagian besar pasangan yang mencoba semua metode terapi yang tersedia akhirnya akan berhasil.
Tanpa terapi, angka konsepsi spontan menurun pada pasangan yang tak subur. Karena itu, terapi ditujukan untuk meningkatkan angka itu disamping kemungkinan konsepsi, sayangnya, sebagian besar regimen terapeutik didasarkan pada pengalaman klinik kolektif dan bukan percobaan klinik terkontrol. Dengan evaluasi yang menyeluruh dan penerapan jenis terapi saat ini dengan pembuahan in vitro (INF) atau transfer ovum, 50 sampai 60 % pasangan yang tak subur akan mengalami konsepsi. Dengan penggunaan teknik yang belakangan ini secara penuh diharapkan bahwa sebagian besar pasangan yang mencoba semua metode terapi yang tersedia akhirnya akan berhasil.
7. PEMERIKSAAN YANG BIASA DILAKUKAN
1. Analisa semen untuk menilai volume dan kekentalan semen serta menilai jumlah, pergerakan, kecepatan pergerakan dan bentuk sperma. 2-3 hari sebelum menjalani pemeriksaan ini, suami tidak boleh melakukan ejakulasi.
2. Pengukuran suhu tubuh basal. Setiap pagi, sebelum beranjak dari tempat tidur, dilakukan pengukuran suhu tubuh wanita, jika terjadi peningkatan sebesar 0,5-1O Celsius berarti sedang terjadi ovulasi.
3. Memperhatikan perubahan pada lendir servikal. Pada fase ovulatoir, lendir menjadi basah, elastis dan licin.
4. Postcoital test (PCT). PCT dilakukan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir servikal dengan cara menganalisa lendir servikal yang dikumpulkan dalam waktu 2-8 jam setelah melakukan hubungan seksual. Tes ini dilakukan pada pertengahan siklus menstruasi yaitu pada saat estradiol mencapai kadar tertinggi dan pada saat terjadi ovulasi. Dalam keadaan normal, lendir servikal adalah jernih dan bisa diregangkan sepanjang 7,6-10 cm tanpa terputus. Bila dilihat dengan mikroskop, lendir tampak seperti pohon pakis.
5. Kadar progesteron serum.
6. Biopsi endometrium
7. Biopsi testis (jarang dilakukan)
8. Kadar LH (luteinizing hormon) untuk memperkirakan saat ovulasi dan membantu menentukan waktu untuk melakukan hubungan seksual.
9. Progestin challenge
10. Kadar hormon pada suami dan istri.
11. Histerosalpingografi (HSG) untuk menilai sistem transport dari serviks melalui rahim sampai ke tuba falopii.
12. Histeroskopi.
13. Laparoskopi untuk melihat rongga panggul.
14. Pemeriksaan panggul (pada wanita) untuk menentukan adanya kista atau tidak.
1. Analisa semen untuk menilai volume dan kekentalan semen serta menilai jumlah, pergerakan, kecepatan pergerakan dan bentuk sperma. 2-3 hari sebelum menjalani pemeriksaan ini, suami tidak boleh melakukan ejakulasi.
2. Pengukuran suhu tubuh basal. Setiap pagi, sebelum beranjak dari tempat tidur, dilakukan pengukuran suhu tubuh wanita, jika terjadi peningkatan sebesar 0,5-1O Celsius berarti sedang terjadi ovulasi.
3. Memperhatikan perubahan pada lendir servikal. Pada fase ovulatoir, lendir menjadi basah, elastis dan licin.
4. Postcoital test (PCT). PCT dilakukan untuk menilai interaksi antara sperma dan lendir servikal dengan cara menganalisa lendir servikal yang dikumpulkan dalam waktu 2-8 jam setelah melakukan hubungan seksual. Tes ini dilakukan pada pertengahan siklus menstruasi yaitu pada saat estradiol mencapai kadar tertinggi dan pada saat terjadi ovulasi. Dalam keadaan normal, lendir servikal adalah jernih dan bisa diregangkan sepanjang 7,6-10 cm tanpa terputus. Bila dilihat dengan mikroskop, lendir tampak seperti pohon pakis.
5. Kadar progesteron serum.
6. Biopsi endometrium
7. Biopsi testis (jarang dilakukan)
8. Kadar LH (luteinizing hormon) untuk memperkirakan saat ovulasi dan membantu menentukan waktu untuk melakukan hubungan seksual.
9. Progestin challenge
10. Kadar hormon pada suami dan istri.
11. Histerosalpingografi (HSG) untuk menilai sistem transport dari serviks melalui rahim sampai ke tuba falopii.
12. Histeroskopi.
13. Laparoskopi untuk melihat rongga panggul.
14. Pemeriksaan panggul (pada wanita) untuk menentukan adanya kista atau tidak.
8. PENCEGAHAN
Infertilitas seringkali disebabkan oleh penyakit menular seksual, karena itu dianjurkan untuk menjalani perilaku seksual yang aman guna meminimalkan resiko kemandulan di masa yang akan datang. Penyakit menular seksual yang paling sering menyebabkan kemandulan adalah gonore dan klamidia. Kedua penyakit ini pada awalnya mungkin tidak menunjukkan gejala dan gejala baru timbul setelah terjadinya penyakit peradangan panggul atau salpingitis. Peradangan menyebabkan pembentukan jaringan parut pada tuba falopii lalu terjadi penurunan kesuburan, kemandulan absolut atau kehamilan di luar kandungan.
Infertilitas seringkali disebabkan oleh penyakit menular seksual, karena itu dianjurkan untuk menjalani perilaku seksual yang aman guna meminimalkan resiko kemandulan di masa yang akan datang. Penyakit menular seksual yang paling sering menyebabkan kemandulan adalah gonore dan klamidia. Kedua penyakit ini pada awalnya mungkin tidak menunjukkan gejala dan gejala baru timbul setelah terjadinya penyakit peradangan panggul atau salpingitis. Peradangan menyebabkan pembentukan jaringan parut pada tuba falopii lalu terjadi penurunan kesuburan, kemandulan absolut atau kehamilan di luar kandungan.
Beberapa jenis teknik perawatan untuk masalah ketidaksuburan atau infertilitas yang memiliki tingkat keberhasilan cukup tinggi di antaranya yaitu:
Tekhnik reproduksi buatan
a. Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan atau artificial insemination (sering disingkat sebagai AI) dilakukan dengan memasukkan cairan semen yang mengandung sperma dari pria ke dalam organ reproduksi wanita tanpa melalui hubungan seks atau bukan secara alami. Cairan semen yang mengandung sperma diambil dengan alat tertentu dari seorang suami kemudian disuntikkan ke dalam rahim isteri sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Biasanya dokter akan menganjurkan inseminasi buatan sebagai langkah pertama sebelum menerapkan terapi atau perawatan jenis lainnya.
a. Inseminasi Buatan
Inseminasi buatan atau artificial insemination (sering disingkat sebagai AI) dilakukan dengan memasukkan cairan semen yang mengandung sperma dari pria ke dalam organ reproduksi wanita tanpa melalui hubungan seks atau bukan secara alami. Cairan semen yang mengandung sperma diambil dengan alat tertentu dari seorang suami kemudian disuntikkan ke dalam rahim isteri sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Biasanya dokter akan menganjurkan inseminasi buatan sebagai langkah pertama sebelum menerapkan terapi atau perawatan jenis lainnya.
b. GIFT (Gamete Intrafallopian Transfer)
GIFT yang merupakan singkatan dari Gamete Intrafallopian Transfer merupakan teknik yang mulai diperkenalkan sejak tahun 1984. Tujuannya untuk menciptakan kehamilan. Prosesnya dilakukan dengan mengambil sel telur dari ovarium atau indung telur wanita lalu dipertemukan dengan sel sperma pria yang sudah dibersihkan. Dengan menggunakan alat yang bernama laparoscope, sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan tersebut dimasukkan ke dalam tuba falopi atau tabung falopi wanita melalui irisan kecil di bagian perut melalui operasi laparoskopik. Sehingga diharapkan langsung terjadi pembuahan dan kehamilan.
GIFT yang merupakan singkatan dari Gamete Intrafallopian Transfer merupakan teknik yang mulai diperkenalkan sejak tahun 1984. Tujuannya untuk menciptakan kehamilan. Prosesnya dilakukan dengan mengambil sel telur dari ovarium atau indung telur wanita lalu dipertemukan dengan sel sperma pria yang sudah dibersihkan. Dengan menggunakan alat yang bernama laparoscope, sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan tersebut dimasukkan ke dalam tuba falopi atau tabung falopi wanita melalui irisan kecil di bagian perut melalui operasi laparoskopik. Sehingga diharapkan langsung terjadi pembuahan dan kehamilan.
c. IVF (In Vitro Fertilization)
IVF atau In Vitro Fertilization dikenal juga sebagai prosedur bayi tabung. Mula-mula sel telur wanita dan sel sperma dibuahi di media pembuahan di luar tubuh wanita. Lalu setelah terjadi pembuahan, hasilnya yang sudah berupa embrio dimasukkan ke dalam rahim melalui serviks
IVF atau In Vitro Fertilization dikenal juga sebagai prosedur bayi tabung. Mula-mula sel telur wanita dan sel sperma dibuahi di media pembuahan di luar tubuh wanita. Lalu setelah terjadi pembuahan, hasilnya yang sudah berupa embrio dimasukkan ke dalam rahim melalui serviks
d. ZIFT (Zygote Intrafallopian Transfer)
ZIFT atau Zygote Intrafallopian Transfer merupakan teknik pemindahan zigot atau sel telur yang telah dibuahi. Proses ini dilakukan dengan cara mengumpulkan sel telur dari indung telur seorang wanita lalu dibuahi di luar tubuhnya. Kemudian setelah sel telur dibuahi, dimasukkan kembali ke tuba falopi atau tabung falopi melalui pembedahan di bagian perut dengan operasi laparoskopik. Teknik ini merupakan kombinasi antara teknik IVF dan GIFT.
ZIFT atau Zygote Intrafallopian Transfer merupakan teknik pemindahan zigot atau sel telur yang telah dibuahi. Proses ini dilakukan dengan cara mengumpulkan sel telur dari indung telur seorang wanita lalu dibuahi di luar tubuhnya. Kemudian setelah sel telur dibuahi, dimasukkan kembali ke tuba falopi atau tabung falopi melalui pembedahan di bagian perut dengan operasi laparoskopik. Teknik ini merupakan kombinasi antara teknik IVF dan GIFT.
e. ICSI (Intracytoplasmic Sperm Injection)
ICSI atau Intracytoplasmic Sperm Injection dilakukan dengan memasukkan sebuah sel sperma langsung ke sel telur. Dengan teknik ini, sel sperma yang kurang aktif maupun tidak matang dapat digunakan untuk membuahi sel telur.
ICSI atau Intracytoplasmic Sperm Injection dilakukan dengan memasukkan sebuah sel sperma langsung ke sel telur. Dengan teknik ini, sel sperma yang kurang aktif maupun tidak matang dapat digunakan untuk membuahi sel telur.
PERAN PERAWAT DALAM MANAGEMENT INFERTILITAS
Pengkajian Keperawatan
Ketidakmampan terjadinya kehamilan biasanya berhubungan dengan abnormalitas anatomi dan fisioloi sistem reproduksi. Dalam investigasi perlu pemeriksaan dari kedua pasangan. Ketika pasangan infertil butuh perawatan maka perawatan ini harus diberikan pada keduanya agar tidak timbul perasaan bersalah terhadap pasangannya. Keduanya perlu devaluasi secara sistematis terpadu dan dengan sikap empati.
Penyelidikan Awal
Kriteria umum infertil adalah terjadinya konsepsi dalam satu tahun intercourse tanpa kontrasepsi. Pasangan muda yang beresiko tinggi infertil diantaranya ada riwayat STDs endometriosis.
Infertilitas komprehensif meliputi pemeriksaan pada semua faktor termasuk konsepsi dan pengkajian anatomi fisiologi reproduksi kedua pasangan meliputi hal-hal berikut :
- koordinasi hipotalamus-pituitary-ovarium
- fungsi tuba fallopi
- keadaan cervik dan endometrium
- koordinasi hypotalamus-pituitary-testis
- produksi dan mortilitas sperma
Frekuensi dan tehnik coitus serta tingkat emosi tiap pasangan harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi fertilitas
Interview
Pasangan yang pada tahap awal evaluasi infertil sering merasa sangat ketakutan, anxietas dan merasa malu bahwa ia tidak bisa hamil, atau malu karena untuk mengatasi masalahnya mereka akan membicarakan hubungan intim mereka dengan perawat dan pasti akan dilakukan pemeriksaan organ reproduksi. Sehingg dalam wawancara, perawat harus mampu memotivasi klien sehingga tercipta suasana kooperatif dengan tidak menghakimi dan tetap empati.
Ketidakmampan terjadinya kehamilan biasanya berhubungan dengan abnormalitas anatomi dan fisioloi sistem reproduksi. Dalam investigasi perlu pemeriksaan dari kedua pasangan. Ketika pasangan infertil butuh perawatan maka perawatan ini harus diberikan pada keduanya agar tidak timbul perasaan bersalah terhadap pasangannya. Keduanya perlu devaluasi secara sistematis terpadu dan dengan sikap empati.
Penyelidikan Awal
Kriteria umum infertil adalah terjadinya konsepsi dalam satu tahun intercourse tanpa kontrasepsi. Pasangan muda yang beresiko tinggi infertil diantaranya ada riwayat STDs endometriosis.
Infertilitas komprehensif meliputi pemeriksaan pada semua faktor termasuk konsepsi dan pengkajian anatomi fisiologi reproduksi kedua pasangan meliputi hal-hal berikut :
- koordinasi hipotalamus-pituitary-ovarium
- fungsi tuba fallopi
- keadaan cervik dan endometrium
- koordinasi hypotalamus-pituitary-testis
- produksi dan mortilitas sperma
Frekuensi dan tehnik coitus serta tingkat emosi tiap pasangan harus dipertimbangkan dalam mengevaluasi fertilitas
Interview
Pasangan yang pada tahap awal evaluasi infertil sering merasa sangat ketakutan, anxietas dan merasa malu bahwa ia tidak bisa hamil, atau malu karena untuk mengatasi masalahnya mereka akan membicarakan hubungan intim mereka dengan perawat dan pasti akan dilakukan pemeriksaan organ reproduksi. Sehingg dalam wawancara, perawat harus mampu memotivasi klien sehingga tercipta suasana kooperatif dengan tidak menghakimi dan tetap empati.
Pengkajian Fertilitas Pria
Masalah yang berhubungan dengan jumlah produksi sperma dan mortalitas, 35-40 % menjadi faktor yang mempengaruhi timbulnya infertilitas dalam semua kasus. Dari literatur lain dikatakan bahwa infertil yang terjadi dari faktor pria seitar 40-50 %
Pemeriksaan Fisik
Abnormalitas alat genital pria menunjukkan adanya kemungkinan yang menyebabkan menurunnya jumlah sperma dan motilitas yang menjadikannya sebagai penyebab infertil.
Abnormalitas fisik yang mungkin adalah sebagai berikut :
- Cryptorchidsm (testis tidak turun)
- Hypoplasti testis
- Atropi testis
- Varicocele (varices vena scrotum)
- Riwayat hernia
- Kelainan struktur lain (genitourinary, endokrin immunologi)
Analisa semen
Pemeriksaan lab semen penting untuk mengetahui adanya infertilitas. Penjelasan yang akurat pada klien dapat mencegah kesalahan hasil test. Spesimen diambil dari “fresh ejaculate” melalui masturbasi setelah periode pantang 2-3 hari. Spesimen yang baru diambil, langsung dimasukkan ke wadah kaca kering dan bersih lalu segera bawa ke lab. Dan langsung diperiksa. Petugas lab harus mengetahui waktu pengambilan spesimen karena cairan semen akan menggumpal segera setelah ejakulasi antara 20-30 menit.
Spesimen yang dianalisa meliputi volume, densitas, motilitas, morfologi abnormal, leukosit dan bakteri seharusnya tidak terdapat spesimen. Keadaan normal harus didasarkan pada sekurang-kurangnya dua spesimen dan penaksiran yang tepat pada spesimen yang abnormal membutuhkan sekurang-kurangya tiga analisa, sehingga perlu penilaian ulang secara berkala. Sesuai interval spermatogenesis 60-90 hari.
Berkurangnya volume sperma merupakan indikasi dari kurangnya konsentrasi sperma volume <>60 % sperma hidup harus bergerak aktif pada 2 jam setelah ejakulasi, sperma hidup yang tidak bergerak, tidak mampu melakukan penetrasi ke telur yang siap dibuahi
Bentuk normal (kepala ganda, bentuk immature), jika 40 % dari jumlah total sperma tidak normal, berarti ada kesalahan saat spermatogenesis
Azoospermia, tidak ada sperma saat ejakulasi
Nilai normal analisa semen
Volume : 2-5 ml
Jumlah : > 20 juta/ml
Motilitas : > 60 % setelah 1 jam
Leukosit : Tidak ada
Bakteri : Tidak ada
PH : 7,2-7,8
Morfologi
< 40 % dari total Pemeriksaan Fertilitas wanita Faktor pada wanita yang menyebabkan infertil sebesar 40-50% dan sebetulnya pengaruh wanita terhadap fertilitas jauh lebih kompleks dibanding pria.
Masalah yang berhubungan dengan jumlah produksi sperma dan mortalitas, 35-40 % menjadi faktor yang mempengaruhi timbulnya infertilitas dalam semua kasus. Dari literatur lain dikatakan bahwa infertil yang terjadi dari faktor pria seitar 40-50 %
Pemeriksaan Fisik
Abnormalitas alat genital pria menunjukkan adanya kemungkinan yang menyebabkan menurunnya jumlah sperma dan motilitas yang menjadikannya sebagai penyebab infertil.
Abnormalitas fisik yang mungkin adalah sebagai berikut :
- Cryptorchidsm (testis tidak turun)
- Hypoplasti testis
- Atropi testis
- Varicocele (varices vena scrotum)
- Riwayat hernia
- Kelainan struktur lain (genitourinary, endokrin immunologi)
Analisa semen
Pemeriksaan lab semen penting untuk mengetahui adanya infertilitas. Penjelasan yang akurat pada klien dapat mencegah kesalahan hasil test. Spesimen diambil dari “fresh ejaculate” melalui masturbasi setelah periode pantang 2-3 hari. Spesimen yang baru diambil, langsung dimasukkan ke wadah kaca kering dan bersih lalu segera bawa ke lab. Dan langsung diperiksa. Petugas lab harus mengetahui waktu pengambilan spesimen karena cairan semen akan menggumpal segera setelah ejakulasi antara 20-30 menit.
Spesimen yang dianalisa meliputi volume, densitas, motilitas, morfologi abnormal, leukosit dan bakteri seharusnya tidak terdapat spesimen. Keadaan normal harus didasarkan pada sekurang-kurangnya dua spesimen dan penaksiran yang tepat pada spesimen yang abnormal membutuhkan sekurang-kurangya tiga analisa, sehingga perlu penilaian ulang secara berkala. Sesuai interval spermatogenesis 60-90 hari.
Berkurangnya volume sperma merupakan indikasi dari kurangnya konsentrasi sperma volume <>60 % sperma hidup harus bergerak aktif pada 2 jam setelah ejakulasi, sperma hidup yang tidak bergerak, tidak mampu melakukan penetrasi ke telur yang siap dibuahi
Bentuk normal (kepala ganda, bentuk immature), jika 40 % dari jumlah total sperma tidak normal, berarti ada kesalahan saat spermatogenesis
Azoospermia, tidak ada sperma saat ejakulasi
Nilai normal analisa semen
Volume : 2-5 ml
Jumlah : > 20 juta/ml
Motilitas : > 60 % setelah 1 jam
Leukosit : Tidak ada
Bakteri : Tidak ada
PH : 7,2-7,8
Morfologi
< 40 % dari total Pemeriksaan Fertilitas wanita Faktor pada wanita yang menyebabkan infertil sebesar 40-50% dan sebetulnya pengaruh wanita terhadap fertilitas jauh lebih kompleks dibanding pria.
Pemeriksaan fisik Faktor yang mempengaruhi fertilitas sebagai berikut :
1. Proses penyakit (gangguan tyroid, diabetes, hipertensi, infeksi, heart disease) 2. Status nutrisi dan rasio lemak tubuh, < 10 % indikasi malnutrisi yang dapat menyebabkan anovulasi (green et al, 1998) Pemeriksaan pelvis menunjukkan adanya masalah reproduksi. Massa pada ovarium kista. Tenderness pelvis sebagai tanda infeksi kronis subakut, lakukan screening terhadap chlamydia dan gonorrhea. Adanya nodul sepanjang ligament uterosacral, retrofleks uterus sering dihubungkan dengan endometriosis. Kelainan cerviks sebagai akibat terpaparnya uterus leh diethystil bestrol estrogen non steroid buatan yang telah digunakan secara luas untuk mencegah kegugran. Cervicitis atau dysplasia cervik dapat menurunkan jumlah dan kualitas mukus cervik Pengkajian ovulasi Kegagalan ovulasi merupakan salah satu penyebab infertil 20 % dari semua masalah reproduksi, wanita usia diatas 35 tahun, pola dan kualitas ovulasi menurun dan menjadi pendukung terhambanya dan mengurangi fertilitas.
Untuk mengetahui efektivitas ovulasi yang harus dikaji adalah sebagai berikut :
1. Riwayat menstruasi, siklus tidak teratur, amenorrhea menunjukkan ovulasi jarang terjadi, disfungsi koordinasi hipotalamus-pituitary-ovarium.
2. Pemeriksaan mukus serviks Test diagnostik ovulasi 1. Kadar progesteron pada fase lutheal biasanya 10 mg/ml dalam siklus memungkinkan terjadi konsepsi kadar 5 mg/ml menunjukkan aktivitas ovulasi
3. Biopsy endometrium, perubahan hormonal dan struktur secara progresif setelah ovulasi Pengkajian uterus Keadaan uterus berhubungan erat dengan fungsi ovulasi. Endometrium harus sesuai dengan pola hormonal dan struktur uterus harus bisa menjadi tempat implantasi dan pertumbuhan embrio.
Masalah yang berhubungan dengan uterus sebagai berikut :
1. Asherman’s syndrome, infksi kronis pada uterus akibat kehamilan, sering melakukan aborsi, riwayat curret therapeutik maupun evaluasi.
2. Tumor benigna fibroid, perubahan cavum uteri dan menghambat implantasi dan perkembangan kehamilan.
3. Kelainan bentuk kongenital, meliputi kelainan ukuran dan bentuk uterus, tuba dan vagina dapat dikoreksi dengan pembedahan. Pengkajian tuba · Jaringan parut akibat infeksi, gonorrhoe salpingitis akut, chlamydia, infeksi pelvis non spesifik, infeksi yang berhubungan dengan penggunaan alat intrauterin, kista ovarium, peritonitis dari ruptur appendix.
Endometriosis, kondisi dimana jaringan endometrium terdapat di cavum peritonium Test Diagnostik untuk kelainan tuba
1. Hysterosalpingogram, prosedur dengan x-ray untuk mengetahui penyebab yang menghalangi tuba.
2. Laparoscopy melihat bagian uterus dengan hysteroscope atau laparoscope, selain itu dengan test ini kita dapat melihat area pelvis. Tumor fibroid, serta kelainan uterus yang lain Pengkajian serviks Jumlah dan kejernihan lendir dengan spinbarkeit, PH normal 6,5 Uji sims Huhner, pasca coitus 2-4 jam untuk menilai jumlah dan pergerakan spermatozoa
Faktor penghambat fertilitas nonmedis
1. lubricant, mungkin menghambat motilitas sperma atau bahkan bersifat spermisid (hatcher et al.,1994).
2. Pembilasan vagina postcoital. Oleh karena itu wanita dianjurkan untuk berbaring telentang selama 5 menit setelah coitus untuk mencegah hilangnya semen secara cepat dari vagina.
3. Ejakulasi prematur dapat mencegah semen mencapai serviks. Ejakulasi prematur ini merupakan hal yang memalukan dan dapt menyebabkan frustasi bagi pria, hal ni dapat diatasi dengan latihan khusus dan posisi alternatif untuk coitus.
4. faktor psikogi, pekerjaan, keuangan, stress, depresi, fatique, mungkin dapat menurunkan fertilitas. Stress dan frustasi serta anxietas menghambat terjadinya ovulasi.
5. Masalah fisik yang dapat mencegah intercourse (vaginismus), al ini masih bisa diperbaiki
6. Kurang pengetahuan tentang seksualitas dan anatomi fisiologi juga dapat mengganggu fertilitas. Penting bagi perawat untuk memberikan pendidikan keehatan bagaimana meningkatkan kemungkinan konsepsi alami. Asuhan keperawatan pada pasangan infertil
Tujuan Asuhan Keperawatan :
1. Mendapatkan pengkajian lengkap melalui observasi perilaku, catatan dan wawancara
2. Memberikan penjelasan yang sangat dibutuhkan, pada keadaan infertil dan kebebasan memilih pertolongan/bantuan
3. Mengatasi kecemasan klien dengan memberikan informasi dan support emosioanal
1. Mendapatkan pengkajian lengkap melalui observasi perilaku, catatan dan wawancara
2. Memberikan penjelasan yang sangat dibutuhkan, pada keadaan infertil dan kebebasan memilih pertolongan/bantuan
3. Mengatasi kecemasan klien dengan memberikan informasi dan support emosioanal
BAB III
PENUTUP
SARAN
Ketika usaha sudah maksimal, tetapi ALLAH SWT belum memberikan amanah kepada kita, yakinlah bahwa ada hikmah dibalik semua itu. Luangkan sejenak waktu untuk membaca kisah ibunda kita St Aisyah, siapapun tak akan meragukan kesholehannya. Bukankah dia pun tidak mempunyai keturunan. dan itu tidak mengurangi kemuliannya, tidak mengurangi kesempurnaannya sebagai seorang perempuan, ummul mukminin kita. setiap kita ada kekurangannya, dan itu tidak masalah. Didunia ini kalaupun bahagia tidak 100%, dan sengsarapun tidak 100 %, bahagia yang seutuhnya nanti di surga dan seburuk-buruk sengsara nanti di neraka. Dan yakinlah bahwa ALLAH SWT itu maha Adil, Mungkin kita dipermudah dalam rizki yang lain, misalnya punya pekerjaan yang baik, pasangan yang sayang, keluarga yang baik, bersykurlah atas semua itu niscaya kita tetap bahagia.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. Memahami Kesehatan reproduksi wanita. EGC; Jakarta; 1998.
Kartono.Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi. Pustaka Sinar Harapan;Jakarta; 1998.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Bunga rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial, Jakarta.
Hamilton, Mary. Dasar-dasar keperawatan maternitas, Edisi 6 1995. EGC Jakarta Reedr, J Sharoon, Martin, L. Leonide Griffin. Maternity nursing 18 th edition lippincott Berbagai sumber lainnya.