Selasa, 11 Januari 2011

ASKEP ANEURISMA INTRA KRANIAL

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Sebenarnya aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut. Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa sakit kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan muntah. Komplikasi dari aneurisma dapat menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh darah di otak, yang juga dikenal dengan stroke. Sayangnya, kasus ini belum banyak diketahui di Indonesia dan data tentang penyakit ini masih sangat sedikit.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Bila aneurisma itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila berdekatan dengan tenggorokan, maka bagian akan tertekan dan saluran napas tersumbat. Di dalam rongga aneurisma, mudah terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di berbagai tempat.
Normalnya, pembuluh darah mempunyai tiga lapisan utama yaitu:
1. Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel.
2. Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang elastis.
3. Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar dan lemak.

Delapan puluh lima sampai sembilan puluh persen aneurisma berasal dari bagian depan atau pembuluh darah karotis, dan sisanya berasal dari bagian belakang atau pembuluh vertebralis. Aneurisma dikatakan hampir tidak pemah menimbulkan gejala kecuali terjadi pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan gejala sebagai kelainan saraf otak yang tertekan seperti pada trigeminal neuralgia.
Aneurisma intrakranial sering ditemukan ketika terjadi ruptur yang dapat menyebabkan perdarahan dalam otak atau pada ruang subarahnoid, sehingga menyebabkan perdarahan subarahnoid. Perdarahan subarahnoid dari suatu ruptur atau aneurisma otak dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik, kerusakan dan kematian otak.
Orang yang menderita aneurisma di otak, tidak diperbolehkan berolahraga berat seperti angkat besi. Bahaya perdarahan otak mudah terjadi dan bisa berakibat fatal. Aneurisma sering baru diketahui setelah dilakukan foto rontgen angiografi untuk keperluan lain. Penyebab aneurisma ini bisa karena infeksi, aterosklerosis, rudapaksa, atau kelemahan bawaan pada dinding pembuluh darah.
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika Serikat, misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus, tergolong paling tinggi dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak lainnya. Kasus ini di banyak negara ditemui pada pasien berusia 3 - 50 tahun.
Insiden dari aneurisma baik yang pecah maupun yang utuh pada otopsi ditemukan sebesar 5 % dari populasi umum. Insiden pada wanita ditemukan lebih banyak dibandingkan pria, yaitu: 2 - 3 : 1, dan aneurisma multiple atau lebih dari satu didapatkan antara 15 - 31% (Vale dan Hadley).
B. Tujuan

 Mahasiswa mampu memahami tentang pengertian Aneurisma Intrakranial
 Mahasiswa mampu memahami tentang etiology Aneurisma Intrakranial
 Mahasiswa mampu memahami tentang patofisiologi Aneurisma Intrakranial
 Mahasiswa mampu memahami tentang web of caution Aneurisma Intrakranial
 Mahasiswa mampu memahami tentang tanda dan gejala Aneurisma Intrakranial
 Mahasiswa mampu memahami tentang penatalaksanaan Aneurisma Intrakranial
 Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan teoritis Aneurisma Intrakranial




BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN ANEURISMA INTRAKRANIAL

Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Sebenarnya aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut. Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa sakit kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan muntah. Komplikasi dari aneurisma dapat menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh darah di otak, yang juga dikenal dengan stroke.
Aneurisma serebral (aneurisma otak) adalah kelainan di mana terjadi kelemahan pada dinding pembuluh darah otak, baik pembuluh darah nadi maupun pembuluh darah balik (tunika media dan tunika intima dari arteri maupun vena) yang menyebabkan penggelembungan pembuluh darah otak tersebut secara terlokalisir.

B. KLASIFIKASI

Pembagian aneurisma adalah sebagai berikut :
1. Kongenital (aneurisma sakuler) 4.9%
2. Aneurisma mikotik (septik) 2,6%
3. Aneurisma arteriosklerotik
4. Aneurisma traumatik 5--76,8%.
Laporan otopsi insidensi aneurisma kongenital sebesar 4.9%-20% yang terdiri dari 15% multiple dan 85% soliter. Lokasi aneurisma kongenital dilaporkan : 85-90% pada bagian depan sirkel WILLISI; 30--40% pada arteri carotis interna; 30-40% di cerebri anterior/communicans anterior; 20-30% di a. cerebri media; 10-15% di vertebro-basilaris.

Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan:

 Aneurisma tipe fusiform (5–9%). Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan dinding melingkari pembuluh darah setempat sehingga menyerupai badan botol.
 Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong (90–95%). Pada aneurisma ini, kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh darah sehingga dapat berbentuk seperti kantong dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh aneurisma dasar tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma sakuler. Berdasarkan diametemya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:
Aneurisma sakuler kecil dengan diameter < 1 cm. Aneurisma sakuler besar dengan diameter antara 1- 2.5 cm. Aneurisma sakuler raksasa dengan diameter > 2.5 cm.
 Aneurisma tipe disekting ( < 1% ). Aneurisma bisa multiple ( 70-75% ) dan bisa pula soliter . Menurut besarnya , maka aneurisma otak dibagi menjadi 5 bagian : 1. baby (< 2 mm) 2. small (2-6 mm) 3. medium (6-15 mm) 4. large (15-25 mm) 5. giant (> 25 mm). 3


C. ETIOLOGI
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai factor:

• Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang paling sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini menyebabkan bagian pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi sehingga akan menggelembung.
• Hipertensi (tekanan darah tinggi)
• Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri) dapat juga menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma.
• Beberapa infeksi dalam darah
• Bersifat genetik
• Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan bertambahnya usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi semakin besar hingga akhirnya pecah.
• Cedera kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada penderita perdarahan intrakranial yang berusia dibawah 50 tahun.
Penyebab lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di dalam arteri atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan gejala.
• Perdarahan dari malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan pingsan dan kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa muda.
Kadang dinding pembuluh darah menjadi lemah dan menonjol, yang disebut dengan aneurisma. Dinding aneurisma yang tipis bisa pecah dan menyebabkan perdarahan.
Aneurisma di dalam otak merupakan penyebab dari perdarahan intrakranial, yang bisa menyebabkan stroke hemoragik (stroke karena perdarahan).

D. PATOFISIOLOGI
Pada aneurisma ditemukan suatu kelainan pada lapisan pembuluh darah yang terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan tunika intima, media dan adventitia. Pada aneurisma terdapat penipisan tunika media dan tunika intima menjadi lebih elastis hal ini mengakibatkan kelemahan pada pembuluh darah di daerah aneurisma sehingga pembuluh darah membentuk tonjolan akibat tekanan pembuluh darah.
Aneurisme intrakranial diklasifikasikan atas sakular, fusiform atau diseksi. Hampir 90 % adalah tipe sakular (Berry Aneurisma).
Tempat yang biasanya timbul aneurisma adalah pada daerah :
1. Sirkulasi anterior : pembuluh darah arteri komunikans anterior dan arteri cerebri media
2. Sirkulasi posterior : pembuluh darah arteri komunikans posterior dan percabangan arteri basilaris (basilar tip aneurism)

Aneurisma sakular berkembang dari defek lapisan otot (tunika muskularis) pada arteri. Perubahan elastisitas membran dalam (lamina elastika interna) pada arteri cerebri dipercayai melemahkan dinding pembuluh darah dan mengurangi kerentanan mereka untuk berubah pada tekanan intraluminal. Perubahan ini banyak terjadi pada pertemuan pembuluh darah, dimana aliran darah turbulen dan tahanan aliran darah pada dinding arteri paling besar.
Aneurisma sakular biasanya berbentuk “first and second order arteries”, berasal dari siklus arteri serebral (siklus wllisi) pada dasar otak. Aneurisma multipel bekembang pada 30% pasien.
Aneurisma fusiformis berkembang dari arteri serebri yang ektatik dan berliku-liku yang biasanya berasal dari sistem vertebra basiler dan bisa sampai beberapa sentimeter pada diameternya. Pasien aneurisme fisiformis berkarakter dengan gejala kompresi sel induk otak atau nervus kranialis tapi gejala tidak selalu disertai dengan perdarahan subarakhnoid.
Aneurisma yang disebabkan oleh diseksi terjadi karena adanya nekrosis kista media atau trauma pada arteri., seperti aneurisma diseksi pada bagian tubuh (contoh: aneurisma diseksi aorta), berbentuk seperti gumpalan darah sepanjang lumen palsu, sedangkan lumen sebenarnya kolaps secara otomatis.
E. WEB OF CAUTION





F. MANIFESTASI KLINIS

Aneurisma serebral hampir tidak pernah menimbulkan gejala, kecuali terjadi pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan gejala sebagai kelainan saraf otak yang tertekan.
Aneurisma yang kecil dan tidak progresif, hanya akan menimbulkan sedikit bahkan tidak menimbulkan gejala. Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum aneurisma pecah. Sebelum aneurisma berukuran besar mengalami ruptur (pecah), pasien akan mengalami gejala seperti :
- Sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat
- Mual dan muntah
- Gangguan penglihatan (pandangan kabur/ganda, kelopak mata tidak membuka)
- Kaku leher
- Nyeri daerah wajah
- Kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan
- Denyut jantung dan laju pernapasan naik turun
- Hilang kesadaran (kejang, koma, kematian)
- Tidak mengalami gejala apapun
Pecahnya aneurisma serebral adalah berbahaya dan biasanya menimbulkan perdarahan di dalam selaput otak (meninges) dan otak sehingga mengakibatkan perdarahan subaraknoid (PSA) dan perdarahan intraserebral (PIS) yang keduanya mirip gejala stroke. Juga dapat terjadi perdarahan ulang, hidrosefalus (akumulasi berlebihan dari cairan otak), vasospasme (penyempitan pembuluh darah), dan aneurisma multipel.
Risiko ruptur (pecahnya) aneurisma serebral tergantung pada besarnya ukuran aneurisma. Makin besar ukurannya, makin tinggi risiko untuk pecah. Angka ruptur aneurisma serebral kira-kira 1,3% per tahun. 3 Sebenarnya dapat dilakukan skrining pencitraan, tetapi tidak efektif dari segi pembiayaan.
Tingkat keparahan dari perdarahan subaraknoid (PSA) yang terjadi pada ruptur aneurisma serebral, dapat menggunakan Skala Hunt-Hess :
1. Grade 1: asimtomatik (tidak bergejala) atau sakit kepala ringan dan kaku kuduk ringan (angka harapan hidup sebesar 70 %)
2. Grade 2: sakit kepala ringan sampai sedang, kaku kuduk, tidak ada gangguan saraf selain kelumpuhan saraf otak (angka harapan hidup sebesar 60 %)
3. Grade 3: somnolen (mengantuk) dengan gangguan saraf minimal (angka harapan hidup 50%)
4. Grade 4: stupor, hemiparesis (lumpuh separuh tubuh), awal dari kekakuan deserebrasi, dan gangguan vegetatif (angka harapan hidup 20 %)
5. Grade 5: koma dalam, kekakuan deserebrasi (angka harapan hidup 10%)
6. Grade 6: mati batang otak (sesuai dengan kriteria perdarahan subaraknoid grade 6)

Klasifikasi Fisher Grade mengelompokkan penampakan perdarahan subaraknoid berdasarkan pemeriksaan CT scan :
1. Grade 1: Tidak ada perdarahan.
2. Grade 2: perdarahan subaraknoid dengan ketebalan < 1 mm 3. Grade 3: perdarahan subaraknoid dengan ketebalan >1 mm
4. Grade 4: perdarahan subaraknoid tanpa memandang tebal perdarahan tetapi disertai perdarahan intraventrikuler atau perluasan perdarahan ke jaringan otak (lapisan parenkim otak)
Klasifikasi Fisher Grade lebih jelas mendeskripsikan perdarahan subaraknoid (PSH), tetapi kurang berguna dalam hal prognostik dibandingkan dengan Skala Hunt-Hess.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Di negara maju, aneurisma pada stadium dini lebih banyak ditemukan. Hal ini karena banyak orang yang menjalani pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) sehingga aneurisma pada tingkat awal dapat terlihat jelas. Kadang-kadang aneurisma tidak sengaja ditemukan saat ''check up'' dengan menggunakan alat canggih seperti CT scan, MRI atau angiogram. Diagnosis pasti aneurisma pembuluh darah otak, beserta lokasi dan ukuran aneurisma dapat ditetapkan dengan menggunakan pemeriksaan ''angiogram''.
Biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke perdarahan. Pemeriksaan tersebut juga bisa menunjukkan luasnya kerusakan otak dan peningkatan tekanan di dalam otak. Pungsi lumbal biasanya tidak perlu dilakukan, kecuali jika diduga terdapat meningitis atau infeksi lainnya. Jika diperlukan, bisa dilakukan pungsi lumbal untuk melihat adanya darah di dalam cairan serebrospinal. Angiografi dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan sebagai panduan jika dilakukan pembedahan.
H. PENATALAKSANAAN
Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah agar aneurisma tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut dari aneurisma tersebut. Sedangkan untuk aneurisma yang sudah pecah, tujuan terapi adalah untuk mencegah perdarahan lebih lanjut dan untuk mencegah atau membatasi terjadinya ''vasospasme'' (kontraksi pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan diameter pembuluh darah). Aneurisma biasanya diatasi dengan operasi, yang dilakukan dengan membedah otak, memasang klip logam kecil di dasar aneurisma, sehingga bagian dari pembuluh darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui oleh darah. Dengan operasi ini diharapkan kemungkinan aneurisma tersebut untuk pecah jauh berkurang. Terapi lain adalah dengan memasukkan kateter dari pembuluh darah arteri di kaki, dimasukkan terus sampai ke pembuluh darah di otak yang terkena aneurisma, dan dengan bantuan sinar X, dipasang koil logam di tempat aneurisma pembuluh darah otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus listrik ke koil logam tersebut, dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan membeku dan menutupi seluruh aneurisma tersebut. Pembuluh yang menggelembung dapat dioperasi dengan tingkat keberhasilan 99,9 persen. Bila telah pecah dan koma, keberhasilan tinggal 50 : 50.
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat.
Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
Pembedahan bisa memperpanjang harapan hidup penderita, meskipun meninggalkan kelainan neurologis yang berat. Tujuan pembedahan adalah untuk membuang darah yang telah terkumpul di dalam otak dan untuk mengurangi tekanan di dalam tengkorak. Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.
Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan kemungkinan terjadinya perdarahan kembali.
Pasien yang dicurigai atau datang dengan gejala asymptomatic atau simptomatik aneurisma intrakrnial harus dilakukan tindakan bedah. Dua pilihan untuk terapi invasif adalah kraniotomi terbuka dan terapi endovaskular.
• KOMPLIKASI

Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan :
• Perdarahan subarachnoid saja.
• Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
• Infark serebri (50%).
• Perdarahan subarachnoid dan subdural.
• Perdarahan subarachnoid dan hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif (30%).
• Aneurisma a. carotis interna dapat menjadi fistula caroticocavernosum.
• Masuk ke sinus sphenoid bisa timbul epistaksis.
• Perdarahan subdural saja
• Bahaya dari Aneurisma yang terbentuk, dapat menyebabkan terjadinya stroke atau kematian, karena pecahnya Aneurisma tersebut



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. PENGKAJIAN
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang memungkinkan asuhan keperawatan kepada klien
a. Identitas Pasien
yaitu: mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan, suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh
- Sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat
- Mual dan muntah
- Gangguan penglihatan (pandangan kabur/ganda, kelopak mata tidak membuka)
- Kaku leher
- Nyeri daerah wajah
- Kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan
- Denyut jantung dan laju pernapasan naik turun
- Hilang kesadaran (kejang, koma, kematian)
- Tidak mengalami gejala apapun

Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan klien sering mengkonsumsi makanan yangberlemak tinggi,kolesterol tinggi, klien mempunyai riwayat hipertensi,klien penyakit DM, klien suka mengkonsumsi garam meja berlebihan, Umur lebih dari 50 tahun, Wanita, klien mempunyai kebiasaan Perokok, Pengguna kokain, klien pernah mengalami Trauma kepala, dan Neoplasma intrakranial atau neoplastik emboli


Riwayat Penyakit Keluarga
Dikaji apakah keluarga klien mengalami penyakit yang sama, hipertensi, stroke, DM, atau penyakit lainya.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang ditemukan pada klien ini adalah sebagai berikut :
- Tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, pernafasan) normal/tidak
- Keadaan klien CMC, stupor, koma.
1. Rambut : uraikan bentuk rambut seperti hitam, pedek, lurus, alopsia
2. Kulit kepala : kotor/tidak kotor
3. Mata :
Kesimetrisan : simetris ki dan ka
Konjungtiva : anemis/tidak anemis
Sclera : ikterik/ tdk ikterik
4. Mulut dan gigi
Rongga mulut : kotor/tdk
Lidah : kotor/tdk
5. Dada dan thorak
I : simetris kiri dan kanan
P: tidak adanya pembengkakan dan nyeri tekan
P: normal/tdk
A: normal/tdk
6. Abdomen
I : adanya pembesaran pada abdomen bawah bagian belakang
P : akan teraba massa bila keadaan sudah lanjut
P : n: tympani
A: bising usus (+) n: 5-35x/i
7. Genetalia
Observasi adanya lesi, eritema, fisura, leukoplakia. Inspeksi skrotum untuk mengetahui ukuran, warna dan bentuk kesimetrisan
8. Rectum dan anus
I: adanya hemoroid, lesi, kemerahan
P: merasakan adanya massa
9. Kulit/ intagumen
I: amati adanya perubhan dan pengurangan pigmentasi, pucat, kemerahan, sianosis, lesi kulit, ikterik.

d. Data Psikologis
Pada klien dengan aneurisma intracranial biasanya klien akan camas dengan prognosis penyakitnya, klien akan tidak bisa atau sulit untuk beraktifitas, maka klien akan merasa tidak berharga, Produktifitas klien akan menurun.
e. Data Social Ekonomi
Meliputi hubungan sosial klien dengan orang lain dan status ekonominya.
f. Data Spiritual
Menyangkut kemampuan klien untuk dapat melakukan ibadah dengan baik untuk memenuhi kebutuhan spiritual dan meliputi adanya keyakinan spiritual yang berhubungan dengan penyakitnya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan pendarahan dari aneurisma
2. Perubahan sensori atau persepsi yang behubungan dengan pembatasan terhadap kewaspadaan sub arrachnoid
3. Asietas yang berhubungan dengan penyakitnya atau hambatan pada sub arrachnoid

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DX KEP TUJUAN & K.H INTERVENSI RASIONAL
1 Perubahan perfusi serebral yang berhubungan dengan pendarahan dari aneurisma

2 Perubahan sensori atau persepsi yang behubungan dengan pembatasan terhadap kewaspadaan sub arrachnoid

3 Asietas yang berhubungan dengan penyakitnya atau hambatan pada sub arrachnoid









BAB IV
P E N U T U P
A. KESMPULAN
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah, yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding pembuluh darah pada aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Sebenarnya aneurisma dapat terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di belakang lutut. Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa sakit kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan muntah. Komplikasi dari aneurisma dapat menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh darah di otak, yang juga dikenal dengan stroke. Sayangnya, kasus ini belum banyak diketahui di Indonesia dan data tentang penyakit ini masih sangat sedikit.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Bila aneurisma itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila berdekatan dengan tenggorokan, maka bagian akan tertekan dan saluran napas tersumbat. Di dalam rongga aneurisma, mudah terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di berbagai tempat.

beberapa faktor resiko terjadinya aneurisma intrakranial dimana terbagi 2 yaitu :
Faktor resiko yang diturunkan :
• Penyakit ginjal polikistik autosoml dominan
• Sindrom Ehlers-Danlos tipe IV
• Telangiektasia hemoragik herediter
• Neurofibromatosis tipe I
• Sindrom Klinefelter’s
• Defisiensi alfa-glikosida

Faktor yang lain seperti :
• Umur lebih dari 50 tahun
• Wanita
• Perokok
• Pengguna kokain
• Trauma kepala
• Neoplasma intrakranial atau neoplastik emboli
Prognosis pada aneurisma bergantung pada jenis aneurisma (rupture atau unruptur), bentuk aneurisma, lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien saat dilakukan pengobatan (usia, gejala klinis, kesadaran dan adanya penyakit lain). Prinsipnya semakin cepat ditemukan aneurisma mempunyai kemungkinan kesembuhan yang baik, oleh karena itu pemeriksaan medis rutin sangat dianjurkan.
• Aneurisma a. communicans posterior, dengan ligasi a.carotis communis kematian sebesar 10%, sedangkan dengan bed rest kematian sebesar 42%.
• Aneurisma a. cerebri media, dengan clipping langsung pada aneurismanya mortalitas 11%, sedang dengan istirahat ditempat tidur mortalitas sebesar 36%.
• Aneurisma a. communicans anterior tindakan bedah maupun konservatif angka kematian sama.

Perdarahan intraserebral merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Stroke biasanya luas, terutama pada penderita tekanan darah tinggi menahun. Lebih dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
Pada perdarahan subarahnoid, sekitar sepertiga penderita meninggal pada episode pertama karena luasnya kerusakan otak. 15% penderita meninggal dalam beberapa minggu setelah terjadi perdarahan berturut-turut. Penderita aneurisma yang tidak menjalani pembedahan dan bertahan hidup, setelah 6 bulan memiliki resiko sebanyak 5% untuk terjadinya perdarahan. Banyak penderita yang sebagian atau seluruh fungsi mental dan fisiknya kembali normal, tetapi kelainan neurologis kadang tetap ada.

B. SARAN
Aneurisma Otak = Bom Waktu di Kepala, yang sewaktu-waktu pasti akan pecah. Dan apabila pecah akan menimbulkan berbagai macam tanda dan gejala yang sangat mengancam jiwa. Anuerisma intra cranial sangat potensial untuk mendapatkan penyakit stroke.
Maka dari itu jagalah kesehatan kita, Setiap kita pasti mempunyai risiko untuk mendapatkan aneurisma intracranial, siapa tau??? Marilah kita hindari terlalu banyak makanan yang berlemak, kolesterol tinggi, konsumsi berlebihan konsumsi garam meja/dapur, hindari emosi, olah raga teratur dan pastinya pola hidup sehat.
Dan dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat memahami bagaimana tentang penyakit aneurisama intracranial ini, dapat membuat laporan kasus nantinya dan dapat menerapkan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien bagi klien aneurisma intracranial.















DAFTAR PUSTAKA

 Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.
EGC: Jakarta
 Chang, Ester. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. EGC: Jakarta
 Http://Aneurisma Intrakranial.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/stonesadults
 R. Sjamsuhidajat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta
 Staff Pengajar Bagian Patologi Anatomic Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1990. Patologi. Universitas Indonesia: Jakarta
 Soeparman & Sarwono waspadji. 1999 . Ilmu Penyakit dalam. Gaya Baru.
Jakarta .
 Ropper AH, Brown RH. The cerebrovascular diseases. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2005: 718-22.
 Frosch MP, Anthony DC, Girolami UD. The central nervous system. In: Kumar V, Abbas A, Fausto N [ed.]. Robbins and Cotran’s Pathologic Basis of Disease. 7th ed. Philadeplhia: Saunders ; 2005:1411–1412..
 Brisman JL, Song JK, Newell DW (August 2006). Cerebral aneurysms. N Engl J Med 355 (9): 928–39.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar